Mbah Surip Menggendong “Raunchy”


 mbah surip detikcom olah small

Be ashamed to die until you have some victory for humanity – Horace Mann.

Kematian. Suatu keniscayaan yang tak bisa dihindari oleh manusia. Hak menentukan waktu kematian mutlak dimiliki Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebagian manusia yang mampu mengartikan kematian seperti Horace Mann, akhirnya menelurkan kata-kata bijak seperti di atas yang kira-kira bermakna: malu bila kematian menjemput, kita belum berprestasi untuk kemanusiaan.

Mbah Surip (Urip Arianto) adalah salah seorang yang telah meraih prestasi kemanusiaan itu. Ia berpulang di puncak kariernya sebagai seniman gelandangan atau gelandangan seniman yang memberi kebahagiaan kepada jutaan manusia di negerinya. Kesedihan dan kehilangan dirasakan begitu mendalam oleh anak jalanan hingga presiden, sesaat media memberitakan kepergiannya yang mendadak (Selasa, 04/08/2009). Bagaimana tidak? Setelah bertahun-tahun nyeni menggelandang antara Wapres (Warung Apresiasi) Blok M dan Pasar Seni Ancol, baru dua bulan ini, si Mbah meledak secara nasional dengan lagunya berjudul “Tak Gendong Ke Mana-mana”. Lagu “Tak Gendong” telah menyusup ke simpul-simpul emosi bahagia warga Indonesia. Dan hingga detik ini, lagu itu terdengar di mana-mana dari telepon selular hingga televisi, menggambarkan kecintaan publik kepada Mbah Surip. Dahsyat! Secara material, alhamdulillah, Mbah Surip juga telah meraih kemenangan dalam bentuk royalti lagu yang kelak akan menjadi warisan bagi keluarganya. Barangkali, ia satu-satunya troubador di dunia yang meninggalkan warisan harta lumayan besar kepada anak cucunya.

Lagu “Raunchy”

Ketika pertama kali mendengar lagu “Tak Gendong” sebulan lalu, saya ingat sesuatu. Bagi orang seusia 50-an ke atas, melodi (lagu) “Tak Gendong” sungguh bukan sesuatu yang asing. Bagian melodi berlirik “tak gendong ke mana-mana” sama pleg dengan melodi sebuah lagu instrumentalia tahun 60-an dari grup musik Barat (yang saya lupa namanya). Bagian melodi itu aslinya bunyi gitar, sangat enak, dan karenanya diulang-ulang (repetitif). Lagu itu menjadi ‘lagu wajib’ band-band tahun 60-an di Indonesia untuk menunjukkan kepiawaian pemain gitarnya dalam rock n’ roll. Lagu-lagu instrumental lain pada masa itu, biasanya dari grup The Ventures dan The Shadow (pengiring Clief Richard). Saya tidak tahu judul lagu tersebut, sampai kemarin sore (05/08/2009), Metro TV menyinggung bahwa lagu Mbah Surip tersebut persis dengan lagu Billy Vaughn. Metro TV menyebut lagu aslinya berjudul “Rauchy”. Rasa penasaran saya, mulai terjawab.

Dari hasil browsing, dan mencocokkan dengan memori, kemudian saya dapatkan informasi lebih utuh. Melodi “Tak Gendong” (di luar refrainnya) adalah sama persis dengan melodi (di luar refrain) dari lagu berjudul “Raunchy” (Metro TV menulisnya “Rauchy”, kurang “n”), lagu instrumental yang sangat populer di era 60-an, saat Mbah Surip remaja atau anak-anak. Bahkan jika benar kata Mbah Surip, lagu “Tak Gendong” ia ciptakan saat ia bekerja di Amerika Serikat, maka runtutan kisah itu menjadi klop, karena biasanya di Amerika maupun Inggris, lagu-lagu lama legendaris akan terus diputar karena masih disukai orang. Beda dengan ‘kultur’ Indonesia masa kini yang senang sekali ngenyek segala hal masa lalu dengan sebutan “jadul”. Suatu sikap sempit yang antisejarah dan antisosial. Kembali ke pokok bahasan, kemungkinan besar, melodi lagu “Raunchy” membekas di memori Mbah Surip.

“Raunchy” adalah lagu instrumental kelompok rock n’ roll Bill Justis asal Memphis, Tennessee, Amerika Serikat, yang menjadi hit di tahun 1957. Lagu itu ditulis oleh Bill Justis (saxhoponist) bersama Sid Manker (gitaris). Lagu instrumental “Raunchy” memadukan permainan solo gitar listrik dan alat tiup, yang dalam ukuran sekarang pun merupakan paduan musik yang dahsyat. Bagian melodi yang bagus dengan solo gitar itulah yang pleg seratus persen dengan melodi “Tak Gendong”. Bedanya, yang satu dilantunkan oleh suara gitar, yang satu dilantunkan oleh vokal Mbah Surip. Bagian melodi yang kuat pada sebuah lagu biasanya disebut “the golden note”.

Kelompok orkestra pimpinan Billy Vaughn memainkan dan merekam “Raunchy” tahun 1965 atau setelahnya, dan bagian refrain ditambah permainan solo piano. Tahun-tahun berikutnya “Raunchy” tetap dimainkan dalam berbagai versi oleh kelompok-kelompok musik, termasuk The Ventures. Bahkan George Harrison (The Quarry Man) memainkan lagu itu dengan gitarnya di depan John Lennon, tahun 1958, yang membuat Lennon akhirnya mengajak Harrison membentuk grup legendaris The Beatles.

Agak mengherankan, seorang pengamat musik bernama Bens Leo, yang nota bene sebaya (dan pernah bekerja satu kantor dengan) saya, bisa-bisanya tidak ingat relasi antara “Tak Gendong” dengan sebuah lagu lama (kendati tidak tau judulnya). Komentar Bens Leo di detik.com lebih lucu lagi, karena ia bilang, lagu “Tak Gendong” sudah ada 7 tahun lalu, dan iapun belum berani berkomentar soal kesamaan melodi “Tak Gendong” dengan lagu yang oleh Metro disebut sebagai ciptaan Billy Vaughn, sampai ia mendengar sendiri lagu Barat itu. Bens Leo mengira, lagu yang diributkan media itu (“Raunchy”) adalah lagu baru. 

Yang mengkhawatirkan, jika pihak pemilik lagu “Raunchy” di Amerika mengetahui setengah bagian lagunya menjadi hit melalui lagu “Tak Gendong” di Indonesia tahun 2009 ini, bukan mustahil akan lahir sebuah kasus hak cipta tingkat internasional.  Namun, “Raunchy” tak mengurangi riwayat berkesenian Mbah Surip yang fenomenal dan menjadikannya buah bibir di seantero negeri. Selamat jalan, Mbah Surip. I love you full, ha ha ha …!

(Informasi “Raunchy”, lihat Wikipedia dan Billy Vaughn; mau dengar “Raunchy” unduh di You Tube dan Metro TV)

Tags: , , , , , , , , , , , , , ,

2 Responses to “Mbah Surip Menggendong “Raunchy””

  1. benewaluyo Says:

    royalti RBT & Ringtone-nya jadi gimana tuh? 😀

    • Suriswanto Says:

      Selama pemegang hak cipta “Raunchy” nggak menuntut, royalti “Tak Gendong” tetap aman. Kalau ada apa-apa, ya tinggal produser Mbah Surip plus perush2 telko kita yang bertanggung jawab.

Leave a reply to benewaluyo Cancel reply